Artikel Prof. Dr. Nispul Khoiri, M.Ag
Kota Medan; Leluhur & Tuah
Tersebutlah kurun waktu 435 tahun lalu (5 abad) tepatnya sekitar tanggal 1 Juli 1590, seorang tokoh berasal dari desa Aji Jahe Kabupaten Karo bernama Guru Patimpus Sembiring Pelawi, setelah diislamkan oleh Datuk Kota Bangun, ia menikahi seorang Datuk Hamparan Perak merupakan putri Raja Pulo Brayan. Guru Patimpus bersama isterinya membuka huma baru (kampung) sebuah kawasan hutan di Tanah Deli diantara Sungai Deli dan Sungai Babura, untuk dijadikan sebagai tempat tinggal bersama keluarga kecilnya. Kampung tersebut dinamakannya “Medan” kini dikenal sebagai kota Medan. Untuk mengenang jasa beliau pemerintah kota Medan telah mengabadikan namanya melalui pendirian “Monumen Guru Patimpus” di Jalan Guru Patimpus Petisah Tengah Kecamatan Medan dan setiap tanggal 1 Juli diperingati sebagai Hari Jadi Kota Medan beberapa hari lalu baru diperingati.
Sebelum kehadiran Guru Patimpus di Tanah Deli, mengutip penjelasan Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, kampung Medan merupakan wilayah tanah Deli dari Kedatukan Urung Sapuluh Dua Kuta Hamparan Perak masih berada dalam kekuasaan Kerajaan Haru di Pantai Timur Sumatera Utara. Artinya Tanah Deli ini adalah ber “Tuan” dan pemilik leluhurnya adalah orang Melayu. Terminologi Melayu dimaksudkan disini (Waspada 29/06/2025) pada perspektif luas, mulai suku bangsa, bahasa atau budaya yang terkait dengan wilayah Asia Tenggara Maritim, merujuk kepada orang – orang penutur bahasa Melayu hingga mengacu kepada wilayah geografis tertentu seperti Semenanjung Malaka dan pulau – pulau di sekitarnya menjadi indikator makna Melayu.
Ketika tanah Medan ini ada Tuannya, analisisnya sederhana saja Tanah Deli sebelum kedatangan Guru Patimpus merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Haru notabenenya Kerajaan Melayu, namun di tengah kevacuuman Tanah Deli setelah ditaklukkan Kerajaan Aceh Iskandar Muda (1539), Guru Patimpus turun dari dataran tinggi Karo mendirikan kampung Medan, beliau-pun dijawikan atau dimelayukan/Islam. Pasca Guru Patimpus, Tanah Deli bergeser menjadi wilayah dan pusat kerajaan Deli didirikan oleh raja pertamanya Gocah Pahlawan hingga keturunannya. Kesimpulannya leluhur kota Medan adalah orang Melayu ditarik berdasarkan garis keturunan masyarakat kerajaan Haru, Guru Patimpus yang dimelayukan hingga Melayu yang dibangun oleh Kerajaan Deli secara turun temurun. Ini hanya sebuah persepsi penulis cukup terbuka untuk didiskusikan.
Kota Berleluhur
Medan sebagai kota berleluhur, telah dibentuk dan dibangun berdasarkan warisan nilai – nilai sejarah, budaya dan spritual yang tinggi sehingga memberikan kemajuan kota ini. Ada relasi antara kota memiliki leluhur dengan kemajuan kota tersebut. Karena ada nilai – nilai, tradisi dan sejarah menjadi unsur dari leluhur dapat menjadi fondasi dan inspirasi bagi kemajuan sebuah kota. Namun perlu digarisbawahi kemajuan kota juga membutuhkan adaptasi terhadap tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat modern begitu tata kelola pemimpin kota dari waktu ke waktu.
Jika 435 tahun lalu Medan masih sebuah kampung kecik, namun hari ini menjelma menjadi kota metropolitan, ibu kota provinsi Sumatera Utara dan menjadi kota dari tiga terbesar di Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 2,54 juta jiwa (BPS 2024) sebuah kemajuan harus diapresiasi. Kota Medan telah menjadi central aktivitas ekonomi, politik, pendidikan sosial, budaya dan lainnya. Menariknya lagi kota ini digelar pula surganya kuliner karena beragam jenis makanan enak, lezat dan terjangkau tidak sulit untuk ditemukan di berbagai tempat kota ini.
Ketika leluhur masa lalu menjadi fondasi dan inspirasi bagi kemajuan ini, maka Pemerintah dan masyarakat kota Medan harus dapat memberikan jaminan terhadap nilai – nilai leluhur untuk dijunjung tinggi sebagai identitas diri, kepripadian daerah sekaligus wajah kota ini. Melalui cara menghargai sejarah, melestarikan budaya dan mengamalkan nilai – nilai leluhur yang terkadung dalam budaya pemilik leluhur. Berdasarkan leluhurnya budaya kota Medan adalah budaya Melayu dengan ketinggiannya yang di dalamnya terdapat kelembagaan adat, materi adat, simbol – simbol dan norma – norma sosial harus dijaga dan dirawat agar tidak hilang nilai – nilai keleluhurannya. Bak kata petuah leluhur “Tak kan Melayu Hilang di Bumi, Bumi Bertuah Negeri Beradat”.
Penguatan nilai budaya leluhur menjadi penting untuk dilakukan pemerintah kota dengan dukungan masyarakat Melayu, bahwa nilai – nilai ini tidak hanya sekedar diketahui akan kayanya budaya Melayu perspektif ragam dimensinya tetapi juga diamalkan dalam prilaku konteks sosial, kepemerintahan dan lainnya. Kekuatan nilai – nilai budaya itu harus melekat menjadi wajah pemerintah kota Medan baik dalam acara – acara resmi kepemerintahan ataupun di luarnya. Karena pemerintah berfungi sebagai refresentasi dan perwujudan masyarakat dalam rangka pelestarian, pengembangan budaya hingga fasilitasi dan regulasi. Namun eksistensi komponen masyarakat Melayu tidak kalah pentingnya memberikan dukungan penuh dan apresiasi setinggi – tingginya terhadap pemerintah kota atas perhatiannya kepada pelestarian budaya Melayu.
Kegiatan rutin acara Gelar Melayu Serumpun (GEMES) diselenggarakan pemerintah setiap tahunnya, dipandang strategis sebagai upaya melestarikan dan mempromosikan budaya Melayu, pastinya juga memberikan implikasi positif terhadap penguatan terhadap Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, apalagi GEMES kemudian ditetapkan sebagai karisma Event Nusantara 2025. Begitu pula dengan ketinggian budaya Melayu lainnya dapat ditelusuri berbagai materi adat, simbol maupun kelembagaannya juga harus dipertegas, diangkat, diakomodir kembali secara bersama – sama (Pemerintah – masyarakat Melayu) guna penguatan pelestarian budaya, penguatan rasa persatuan dan mendukung pembangunan kota Medan yang berkelanjutan.
Adanya inovasi dan kreativitas masyarakat Melayu kemudian ditawarkan kepada Pemerintah kota menjadi komponen strategis mendukung pemerintah kota Medan dalam pelestarian budaya. Apalagi dalam tubuh suku Melayu berbagai perkumpulan, lembaga atau gerakan ada di dalamnya sebagai kekuatan terdepan guna melestarikan dan memperjuangkan serta memajukan budaya, adat istiadat serta kepentingan masyarakat Melayu. Ada Gerakan Angkatan Muda Melayu Indonesia (GAMI), Majelis Adat Melayu Indonesia (MABMI), Lembaga Adat Melayu (LAM), Ikatan Sarjana Melayu Indonesia (ISMI) dan lainnya. Semua ini meletakkan posisinya sebagai think tank berkontribusi besar terhadap pemerintah kota Medan dalam berbagai aspek pembangunan dan pelayanan publik yang harus disinergikan terutama dalam menjaga ruh budaya Melayu itu sendiri.
Kota Bertuah
Dalam perspektif ekonomi kota ini telah mengalami kemajuan luar biasa. Kota Medan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara, pesatnya pembangunan infastruktur hingga perkembangan industri kreatif, begitu pula aspek – aspek ekonomi lainnya menjadi indikator kemajuan tersebut. Wajar kemudian Medan disebut sebagai kota perdagangan domestik maupun internasional, kota Paris van Sumatera karena ditemukannya keasrian dan arsitektur Eropa, bahkan kota Medan sepertinya memiliki beberapa kesamaan dengan Jakarta terutama dalam hal menjadi pusat ekonomi regional dan pusat perdagangan yang strategis.
Di tengah masyarakat plural terdiri dari bebagai suku, agama dan budaya, bahkan kota Medan dijuluki pula sebagai “Negeri Para Ketua”, menjadikan kemajemukan ini sebagai identitas kota meskipun juga menjadi tantangan tersendiri dikelola sebaik - baiknya dalam merajut kerukunan. Kota Medan-pun menjadi wilayah nyaman sebagai tempat domisili, berkunjung maupun tempat berbisnis dan lainnya. Menariknya di tengah hirup pikuk kota ini tidak ditemukannya lagi dominasi kelompok atau kekuatan tertentu, masyarakat saling berkompetitif memajukan perekonomian dirinya dan kota tanpa saling mengusik satu dengan lainnya di tengah arena masyarakat yang beragam.
Atas kemajuan diperoleh kota Medan, pada sisi lain sepertinya kota ini adalah kota bertuah. Bertuah dimaksudkan tidak hanya sebatas slogan, tetapi kota ini telah diberikan sebuah kekuatan besar berupa keselamatan, keberuntungan, kebaikan dan keberkahan. Jika dihubungkan dengan teori relasi leluhur dengan kemajuan kota telah disinggung diawal, tidak tertutup kemungkinan kota Medan semakin maju sepesat - pesatnya, selama pemerintah dan masyarakat kota Medan tetap menjunjung tingga nilai – nilai leluhur yang ada dari generasi ke generasi.
Penulis Adalah Dewan Pakar PB ISMI & Direktur Eksekutif Diagram Indonesia Centre
0 komentar:
Posting Komentar